Olahraga Tradisional Aceh di Ambang Kepunahan, Siapa yang Akan Selamatkan?

DEDI SAPUTRA, M.Pd., Wakil Dekan FKIP dan Dosen Prodi Pendidikan Jasmani Uniki, serta Anggota FAMe Chapter Uniki, melaporkan dari Bireuen

Di tanah Aceh yang kaya akan sejarah dan budaya, permainan-permainan tradisional pernah menjadi denyut nadi kehidupan masyarakatnya. Dari tepian sungai hingga hamparan sawah yang luas, anak-anak berlarian, tertawa riang, dan menunjukkan keberanian mereka dalam permainan seperti geudeu-geudeu, bola leupee, main cakbur, lomba pacu perahu, dan banyak jenis olahraga tradisional lainnya.

Olahraga-olahraga ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga bagian dari warisan leluhur yang menyimpan filosofi kehidupan: keberanian, sportivitas, ketahanan fisik, dan kerja sama.

Namun, zaman telah berubah. Lapangan-lapangan luas yang dulu menjadi arena bermain kini tergantikan oleh gedung-gedung beton. Anak-anak lebih tertarik pada permainan digital dibandingkan bermain di luar rumah. Olahraga modern seperti sepak bola, futsal, dan bulu tangkis mendominasi, sedangkan permainan yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat Aceh mulai terlupakan. Jika tidak ada yang peduli, olahraga tradisional ini hanya akan tinggal dalam kenangan, tertulis dalam buku sejarah tanpa pernah lagi dimainkan oleh generasi mendatang.

Pada titik inilah Program Studi Pendidikan Jasmani Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) hadir di garda terdepan dalam menjaga identitas budaya. Sebagai program studi yang tidak hanya melahirkan atlet dan pendidik olahraga, tetapi juga pelestari budaya, Prodi Pendidikan Jasmani Uniki menyadari pentingnya menghidupkan kembali olahraga tradisional Aceh.

Peran Uniki

Seorang mahasiswa semester 7 Pendidikan Jasmani Uniki, Muhammad Arkan, mengingat kembali masa kecilnya di desa. Dulu, setiap sore setelah pulang sekolah, ia bersama teman-temannya berkumpul di tanah lapang untuk bermain geudeu-geudeu (gulat khas Aceh). Mereka saling mengunci, membanting dengan teknik yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Akan tetapi kini, saat ia kembali ke desa, lapangan itu telah berubah menjadi perumahan. Anak-anak lebih sering duduk di teras rumah, sibuk dengan ponsel mereka.

“Dulu, permainan ini mengajarkan kami banyak hal,” ujarnya.

“Kami belajar disiplin, kerja sama, dan daya tahan fisik. Sekarang, anak-anak lebih sering bermain gim online. Sayang sekali kalau olahraga seperti ini hilang begitu saja,” keluhnya.

Kesadaran inilah yang mendorong Prodi Pendidikan Jasmani Uniki untuk mengambil langkah nyata dalam menyelamatkan olahraga tradisional Aceh.

Mengintegrasikan olahraga tradisional dalam kurikulum adalah salah satu cara utama yang sedang diupayakan. Jika mahasiswa diajarkan teknik dan filosofi di balik permainan-permainan ini, mereka kelak bisa meneruskannya kepada generasi berikutnya di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar.

Tak hanya itu, Uniki juga mengadakan pelatihan dan workshop khusus tentang olahraga tradisional Aceh.

Mahasiswa diajak untuk tidak hanya memahami sejarah permainan ini, tetapi juga mempraktikkannya langsung di lapangan. Mereka belajar cara memainkan ‘bola leupee’, merasakan ketangkasan dalam ‘meurupok’, dan memahami ketangguhan yang dibutuhkan dalam ‘geudeu-geudeu’.

Namun, usaha ini tidak berhenti di ruang kelas dan pelatihan. Festival dan kompetisi olahraga tradisional juga mulai dirancang sebagai ajang untuk menarik perhatian masyarakat. Jika olahraga ini kembali dipertandingkan dalam skala besar, bukan tidak mungkin ia akan kembali menjadi kebanggaan daerah. Uniki bercita-cita menjadikan turnamen ‘geudeu-geudeu’ dan lomba pacu perahu sebagai agenda tahunan, tempat mahasiswa dan masyarakat bertemu dalam semangat kebersamaan dan kecintaan pada budaya sendiri.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Olahraga Tradisional Aceh di Ambang Kepunahan, Siapa yang Akan Selamatkan?, https://aceh.tribunnews.com/2025/03/13/olahraga-tradisional-aceh-di-ambang-kepunahan-siapa-yang-akan-selamatkan.